LOGO ADBM GROUP
Arti logo:
Lingkaran adalah bentuk yang paling dinamis, fleksibel dan berjalan mengikuti waktu
Lingkaran bisa berarti sebuah sistem, komunitas, persatuan dan kesatuan yang utuh, memberi sugesti dan menjadi pusat perhatian; fokus dan terarah seperti melihat sebuah tujuan
Warna emas pada lingkaran, berarti komunitas tersebut tidak akan pernah lekang oleh waktu, seperti emas yang tidak akan pernah berkarat, dan jatuh nilainya
Tulisan padepokan api di bukit menoreh dalam aksara Jawa, menunjukkan lokasi yang diceritakan adalah seputar sejarah di pulau jawa
Gambar cambuk adalah lambang bahwa dalam cerita adbm, berkutat di seputar cerita orang bercambuk. Selain itu, cambuk merupakan sebuah semangat untuk memperbaiki keadaan, dengan lecutan cambuk, maka semua akan disadarkan atas kesalahannya.
Cakra bergerigi sembilan (+1) merupakan lambang dari segala yang ada di bumi ini hanya bisa berusaha hampir sempurna, karena kesempurnaan hanya ada pada satu gerigi yang berhubungan dengan cambuknya, yaitu Yang Maha Kuasa
Tanda “+” di tengah cakra, merupakan lambang bahwa kehidupan dalam padepokan ini tidak lepas dari hubungan antar sesama (horizontal) dan hubungan dengan Yang Maha Kuasa (vertikal)
Bendera gula kelapa, adalah lambang dari nusantara, dimana komunitas ini berasal dari seluruh nusantara dimanapun mereka tinggal, namun akan selalu ingat bahwa di sinilah ibu pertiwi menanti…
(sumber: Banuaji On 21 Juli 2010 at 20:18 banuaji said : http://adbmcadangan.wordpress.com/halaman-lain/)
seperti emas yang tidak akan pernah berkarat, dan jatuh nilainya
HEHEHEHEHE…..
siapa bilang emas TIDAK JATUH NILAINYA.
Lihat saja di Bursa emas London, New York akhir-akhir ini
Kemarin eMas Kardjo turun dari bis di Kampung Rambutan, eh jatuh dia. Hiks……………
jAskiding
Nulis padhepokan kok ora nganggo dha, ? Ing gbr iku ditulis nganggo da, apa sengaja kreasi tulisane ngono iku? Yen sengaja ya terserah , mangga mawon.
he he he …., saya tidak ngerti Huruf Jawa.
Kami hanya memungut dari blog induk Api di Bukit Menoreh (http:/adbmcadangan.wordpress.com).
Mungkin yang membuat melihat teksnya di bahasa indonesia Padepokan, bukan Padhepokan seperti halnya di (pada di Bukit Menoreh) yang tidak ditulis dhi. Kalau ditulisnya campur baur jadi tidak elok, he he he …. Padhepokan Api di Bukit Menoreh.
Kalau ingin jelasnya biar Ki Banuaji atau Ki Gonas yang menjawabnya.
Setuju dengan Ki Konclenk, sebaiknya Ki RIsang sampaikan kepada para sesepuh padhepokan untuk kata “padhepokan” ditulis sesuai ejaan dan huruf Jawa yang standar yaitu dengan huruf “dha”. Dengan kedudukan Ki Risang sebagai Putut padhepokan, tentu suaranya akan diperhatikan.
Matur nuwun.
cerita ini bagus,…… tp kurang meyakinkan untuk sesuai dengan sejarah sebenarnya.terimakasih
tulisan Jawa “Padepokan Api di bukit Menoreh”, Da lain dgn Dha ( pada huruf jawa ke-6 (Da) tidak sama dengan huruf ke-12 ( Dha ),….apa sudah di’indonesia’kan, atau sekedar mengenalkan huruf jawa , atau mau ikut melestarikan huruf jawa,
Sebenarnya saya tertarik dengan ilustrasi itu , ….
Kalo dibuat sticker bagus kali ya.. biar tiap penggemas bisa memilikinya..
#sekedarsaran#
Tapi saya suka baca, STSD walau tidak sesempurna 0ikiran penulis ADBM, lumayan untuk tombo kecewa, lebih suka penampilan orang bercamb7k sesuai logo pada ADBM, shg Glagah putih, sebenarnya 5fk termasuk orang bercamb, to kecewa jika Ki Rangga Agung Sedayu ber istri tiga, mending di padepokan saja dengan mirah. Dalam cerita Agung Sedayu sebenarnya siapa sih apakah hanya ilustrasi atau kah ada tokoh tertentu dlm sejarah, tmn2 hanya yg tanya
Tapi saya suka baca, STSD walau tidak sesempurna pikiran penulis ADBM, lumayan untuk tombo kecewa, lebih suka penampilan orang bercambuk sesuai logo pada ADBM, shg Glagah putih, sebenarnya tdk termasuk orang bercambuk, tp kecewa jika Ki Rangga Agung Sedayu ber istri tiga, mending di padepokan saja dengan mirah. Dalam cerita Agung Sedayu sebenarnya siapa sih dia, apakah hanya ilustrasi atau kah ada tokoh tertentu dlm sejarah, tmn2 ada yg tanya